Memasuki musim kemarau, masalah utama yang kerap kali muncul adalah terbatasnya ketersediaan air bersih. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi hal ini, diantaranya yaitu “memanen” air hujan secara sederhana yang biasa disebut dengan(RWH).Rain Water Harvesting
Fasilitas RWH ini juga bisa diterapkan untuk kawasan perumahan dengan penyesuaian tertentu seperti ukuran tangki dan sistem penyaluran ataupun distribusi air yang terkoordinasi. Sistem ini tentu saja ramah lingkungan dan bisa memotivasi masyarakat untuk senantiasa memperoleh air bersih dengan cara yang mudah dan dikerjakan secara gotong royong. Berikut adalah sistem kerja sederhana fasilitas RWH.
Air hujan yang jatuh ke atap bangunan ditampung melalui talang di sepanjang tepi atap, kemudian disalurkan melalui pipa ke tangki di halaman belakang. Tangki tersebut berfungsi membersihkan air dari daun, ranting, dan kotoran lain yang terbawa oleh hujan.Air dialirkan ke tangki pertama yang berfungsi menyaring air hujan yang turun selama 10 menit pertama atau biasa disebut first flush. Air tersebut biasanya mengandung lebih banyak polusi dan kotoran sehingga harus diolah secara khusus.Kemudian, air dimasukkan ke tangki kedua yang berukuran 10 m x 3 m x 2 m, di dalamnya terdapat dua buah bak terpisah dengan fungsi yang berbeda. Bak pertama untuk proses penyaringan atau filterisasi, berisi lapisan zeolit setebal 4 cm, ijuk, dan karbon aktif untuk membersihkan air hujan dari kotoran halus. Bahan-bahan tersebut ditempatkan pada satu nampan (tray) agar mudah untuk diangkat dan diganti setiap enam bulan sekali. Selanjutnya, bak kedua untuk menyimpan air yang sudah bersih dan siap digunakan kapan saja dibutuhkan.Terakhir, air bersih didistribusikan ke tempat cuci tangan dan toilet serta dialirkan ke toren di lantai dua dengan menggunakan pompa air.
Ukuran tangki untuk filterisasi dan penyimpanan air hujan berbeda-beda bergantung pada ketersediaan lahan dan kebutuhan air. Tertarik mencoba? Mari memanen air hujan